Arti Persaudaraan

Jarang sekali mau bahas tentang diri sendiri di setiap tulisan, but I’ll make an exception I guess for this one. Jadi hari ini aku pengen membahas tentang arti persaudaraan, lebih ke bercerita tentang bagaimana sih kehidupan jadi adik ataupun jadi kakak. Aku yakin kita semua selain anak tunggal ya, pasti punya adik ataupun kakak. Dan tidak kalah yakin kalau kita pasti sering bertengkar dengan kakak atau adik kita. Bener ga? Bener deh pasti.

Buat orang yang cukup mengenal aku, pasti suka bertanya kok bisa sih akur banget sama adiknya? Aku selalu jawab akan ada masanya adik-kakak itu akur sendiri.

Kok bisa?

Jadi gini, aku akan ceritakan berdasarkan pengalamanku. Aku dan adikku selalu dikira anak kembar, karena selisih usia yang terbilang ga jauh membuat aku dan adikku terlihat serupa tapi tak sama. Dari kecil aku selalu berantem, dari rebutan bantal, boneka, alat tulis, kalau jalan kesentuh rasanya semua hal bisa jadi alasan buat aku dan adikku berantem. Karena selalu berantem, membuat kita mempunyai hobi yang berbeda. Adik aku lebih ke olahraga dan aku lebih ke musik.

1 hal yang aku ingat dan belum aku mengerti pada saat itu adalah nasehat orangtuaku yang selalu bilang :

“Sama saudara itu harus akur, saudara itu 1 tim. Kalau satu orang sukses, yang lain harus ikut happy. Kalau satu orang lagi sedang susah, yang lain harus saling membantu. Karena sebagai tim susah-senang itu kita selalu dilalui bersama-sama.

Kalau pacar ada istilahnya mantan pacar. Kalau suami/istri ada istilahnya mantan suami/istri. Tapi, kalau saudara ga pernah ada yang namanya mantan saudara. Makanya sama adik/kakak harus akur.”

Jujur, nasehat orangtuaku sangat-sangat terdengar cliche di telingaku saat itu.

Sampai suatu hari, aku dan adikku pergi merantau untuk kuliah, where we only have each other to rely on. Sebagai anak yang ga pernah tinggal jauh dari keluarga, masa-masa merantau telah merubah sifat kita berdua. Dari yang sama-sama egois, sampai akhirnya kita bisa lebih memahami sifat masing-masing. Kita di rantau belajar masak bareng, dari yang ga bisa masak sampai kita berdua bisa masak chicken nugget homemade, bisa buat steamboat sendiri serta aneka masakan lainnya. Disaat sakit, kita saling gantian untuk mengurus satu sama lain.

Ada hal lain yang membuat aku sadar ternyata nasehat orangtuaku benar.

We might think that when we have boyfriend/girlfriend they will take care of us very well, but then if the relationship ends the ties between us is actually gone. When it comes to brotherhood or sisterhood nothing could ends the bond between us.

Akhirnya setelah masuk fase lebih dewasa, aku dan adikku bisa akur sendiri. Malah kita lebih saling mengerti satu sama lain. Sebenernya kalau bahas ini takut dia GR, tapi ya sudahlah. Satu hal yang sederhana tapi berkesan, waktu itu aku pulang lembur jam 3 pagi dan di meja dia ternyata sudah buatin jus jambu merah dan ditempel post it “jangan lupa diminum, nanti tipes”.

Intinya, wajar jika setiap persaudaraan itu ada berantemnya, ada ributnya, tapi gimanapun akan tetap harus akur lagi. Kalau ada masalah antar adik kakak, aku dan adikku selalu belajar untuk ngomong langsung dan cari solusi. Ya, dan Aku selalu meyakini, kalo sama adik/kakak itu akur ada aja rejekinya.

In the end, arti persaudaraan menurut aku itu “Priceless”. Di saat kita akur dengan kakak/adik, when the world is against us, you always have your home within you.

Cheers,

Ayudia.